Miris, Puluhan Kontainer Barang Kiriman PMI Macet di Pelabuhan Tanjung Perak

Posted // Nov. 13th 2023 - Category // Beacukai

Ilustrasi

Surabaya - Puluhan kontainer barang kiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari berbagai negara macet di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan Tanjung Emas Semarang. Ini terjadi karena barang yang dikirim harus menunggu aturan terbaru terkait proses impor dan ekspor.


Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menerapkan aturan baru terkait proses impor dan ekspor barang kiriman dari dan ke Indonesia. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman.

"Kebijakan itu Seharusnya berlaku 17 November 2023, namun berdasarkan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dipercepat menjadi 17 Oktober 2023," ujar Direktur Perusahaan Jasa Titipan (PJT) PT Trans Benua Logistik, Bhanu Brihawan dalam keterangan resminya yang diterima detikJatim, Senin (30/10/2023).

Menurut Bhanu, saat ini barang-barang milik PMI yang belum bisa diproses sekitar 70 kontainer. Barang-barang tersebut dari negara seperti Taiwan, Hongkong, Malaysia, Singapore, Jepang, Dubai dan Qatar.

"Kemacetan ini disebabkan karena proses impor barang kiriman untuk PMI mengacu ketentuan dalam PMK nomor 96 tahun 2023, sementara PMK itu sendiri lebih dominan mengatur tentang impor barang kiriman dari luar negeri yang sifatnya untuk diperdagangkan diperjualbelikan. Sehingga aturan tersebut menjadi tidak relevan untuk diterapkan di barang-barang kiriman dari PMI," jelasnya.

Adapun salah satu yang menjadi perhatian utama adalah import barang/baju bekas, dimana menggunakan landasan Permendag Nomor 25 Tahun 2022 yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan. Dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa larangan untuk impor baju bekas, padahal mayoritas pengiriman barang-barang PMI adalah barang bekas terutama baju yang mau dibawa pulang ke Indonesia.

"Sebenarnya baju bekas yang dilarang untuk diimpor dalam Permendag Nomor 25 Tahun 2022, adalah baju bekas yang dikenal dengan thrifting, (masuk ke dalam pos tariff 6309 Buku Tarif Kepabeanan Indonesia) karena dikhawatirkan peredaran baju bekas, akan mematikan industry dalam negeri," papara Bhanu.

"Untuk dapat dimasukkan ke dalam pos tariff 6309 maka perlu memenuhi 2 kriteria yaitu barang tersebut harus memperlihatkan tanda bekas dipakai dan dikemas dalam bentuk curah atau dalam bal atau dalam karung atau sejenisnya," imbuhnya.

Barang kiriman PMI, lanjut Bhanu, biasanya tidak hanya berisi baju, tapi juga makanan, alat pertukangan, peralatan rumah tangga, peralatan pribadi sehingga baju bekas yang dikirim oleh PMI tidak bisa dikatagorikan thrifting.

Sedangkan jalur pengiriman barang PMI sendiri sangat kecil kemungkinan digunakan untuk memasukkan barang-barang thrifting. Karena pengawasan dari Bea dan Cukai sangatlah ketat karena setiap barang kiriman wajib melalui mesin Pemindai (X-Ray).

"Barang kiriman dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang kiriman import pada umum nya karena sebagian besar barang PMI adalah barang bekas yang dikirim balik ke Indonesia setelah masa kontrak mereka selesai, atau sekedar oleh-oleh yang diperuntukkan untuk sanak saudara di Indonesia," terangnya.

"Dalam 1 kardus biasanya berisi macam-macam barang seperti baju, sepatu, tas, makanan, mainan dan sejenisnya , layaknya oleh-oleh , semua barang tidak dikemas dalam kemasan yang rapi (kecuali makanan) karena memang tidak diperjualbelikan (bukan barang dagangan)," sambungnya.

"Jadi apabila Permendag Nomor 25 Tahun 2022 dipaksakan diterapkan maka risikonya barang-barang kiriman dari para PMI tersebut akan ditegah/disita oleh Bea Cukai. Hal ini lah yang menyebabkan puluhan kontainer barang-barang kiriman PMI yang sudah masuk ke Indonesia mengalami kemacetan dan tidak bisa diproses," tegas Bhanu.

Oleh karena itu saat ini seluruh PMI dari berbagai negara sedang berharap dikeluarkan aturan baru dari Kementerian Perdagangan berupa Permendag yang bisa memfasilitasi barang-barang PMI tersebut. Karena apabila dalam waktu dekat aturan baru tersebut tidak segera dikeluarkan maka akan muncul biaya kerugian yang tidak sedikit untuk masing-masing 70 kontainer tersebut.

Beberapa kerugian yang akan timbul diantaranya adalah biaya penumpukan kontainer, biaya sewa gudang. Juga akan banyak makanan yang busuk karena sudah berminggu-minggu di dalam kontainer.

"Memang sudah ada janji dari Bapak Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada suatu kesempatan yang terekam dalam sebuah video pendek yang sempat Viral beberapa bulan lalu yaitu adanya kebijakan baru yang akan mempermudah para PMI. Namun sampai berita ini ditulis janji tersebut masih belum terealisasi," paparnya.

"Sangatlah miris, di saat semua menyatakan PMI adalah pahlawan devisa negara , tetapi hanya untuk mengirimkan oleh-oleh saja mereka dipersulit, padahal untuk mengirimkan tersebut, butuh biaya yang mereka sisihkan dari pendapatan mereka. Sudah saatnya pemerintah memberikan relaksasi atau insentif atas barang kiriman PMI sehingga dapat dipermudah proses pengeluarannya bahkan kalau perlu dibebaskan dari semua pungutan pajak," tandas Bhanu.

Source:Detik.com

There are currently no related posts.